Segulung Kertas Yang Tak Sempat Disampaikan...
Ini adalah post pertama yang ditulis menggunakan 100% bahasa Indonesia. dan berbau puitis :)
Aku akan terlebih mengasihi Allah, seperti yang akan kau dapati
Yang telah memaafkan sebelum kata maaf sempat terucap,
Terinspirasi oleh beberapa buku. Kata-kata di bagian terakhir diambil dari buku Passion & Purity.
Seperti kata yang
tidak sempat diucapkan kayu kepada api yang menjadikannya abu, seperti isyarat
yang tidak sempat disampaikan awan kepada hujan, seperti itulah perpisahan ini.
Aku memahami dirimu
yang lebih memilih diam atas setelah apa yang terjadi…
Karena memang sudah tak ada yang dapat diapa-apakan lagi… Sekedar perkataan juga tidak akan banyak
membantu.
Tapi rasanya, dirimu
juga tak lah perlu melontarkan kata kasar
seperti ‘tak berotak’ terhadapku oleh karena hanya hal kecil. Kau tau,
cukup menyakitkan membaca kau menuliskannya dengan tidak diikuti embel-embel
seperti ‘hahahaha’ kalau memang kau bermaksud mengutarakannya hanya sebagai
lelucon. Dan buruknya lagi dampak rasa sakit yang aku terima saat itu menjadi
jauh lebih sakit dari yang seharusnya, mengingat di kala itu aku lebih sangat
membutuhkan penghiburan, sangat membutuhkan penguatan, kata-kata yang
membangun… Bukan kata-kata yang menjatuhkan.
Tak adakah sedikitnya
kau berfikir beban yang sedang kuhadapi saat itu?
Tak pernahkah terfikirkan
oleh mu berapa lama sebuah perkataan akan tertanam di dalam benak pikiran
seorang wanita?
Aku tidak terlalu berharap
kau akan memberikan kata-kata penguatan kepadaku saat itu, tapi kau juga tidak
perlu berusaha menjatuhkanku, karena sesungguhnya, aku sudah terlebih dahulu
jatuh.
------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Di hari itu aku bahkan
tak pernah menyangka bahwa kenangan bahagia ini
akan menjadi alasan mengapa
aku bersedih di hari ini.
Hanya karena semua kenangan bahagia ini telah berakhir,
sesederhana itu….
Namun, nyatanya
perasaan yang ada ini tidaklah sesederhana itu,
perasaan ini begitu
rumit, untuk diungkapkan, untuk dilupakan.
Diriku seharusnya
bisa saja melupakan apa yang telah terjadi,
melupakakan apa yang
sudah lewat dengan hanya mengikuti arusnya waktu.
Seperti seorang
kelaparan yang sangat bahagia ketika merasakan makanan yang dicicipinya
dan setelahnya tentu
saja akan lupa seperti apa tepatnya perasaan ketika mencicipi makanan tersebut jika
telah lewat beberapa bulan.
Tapi kali ini tidak
seperti itu.. tidaklah sesederhana itu…..
Jangan katakan aku
tak berusaha, walaupun aku telah berusaha, berkali-kali aku melawan perasaanku
sendiri. Memang aku pernah sempat merasakan bahwa aku telah melupakannya. Tapi
tidak lama setelah itu kenangan-kenangan ini kembali terputar jelas, sangat
jelas seperti baru saja terjadi kemarin… Dan semakin aku berusaha
mengalihkannya semakin juga ia menghantui.
Satu hal yang sangat
kukesalkan untuk mengakuinya, mungkin memang aku tak akan pernah bisa
sepenuhnya melupakan.
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
Pertemuan kembali setelah berbulan-bulan lamanya tak
bertemu, dalam suatu perencanaan yang tak disengaja. Kata-kata seperti “apa
kabar?” “hai…” tertahan dalam lorong tenggorokkanku, sama sekali tak dapat terlontarkan.
Melawan segala perasaan yang bergejolak dan mencoba menjauhi diriku dari
keberadaanmu agar aku dapat bersikap sewajarnya… Walaupun yang terjadi justru
malah berusaha menahan dirimu disisiku lebih lama lagi.
Tapi kau, hanya bergeming di tempatmu... bersikap
acuh tak acuh, juga melemparkan tatapan tajam pekat yang menusuk tepat ke arah ku. Jika hanya dengan tatapan dapat membunuh seseorang, aku pasti sudah tak lagi
bernyawa saat itu.
Aku yang terbiasa
menghabiskan waktu bersamamu, dan merasa aneh semenjak kau tak ada. Namun tatapan
tajam mu seolah mengartikan bahwa kau sama sekali tak lah perduli… Dan sesaat
mengubah semuanya seperti hanya sekedar kenangan yang singgah, tidak lagi memiliki
arti apa-apa. Terlupakan… Tergantikan…
Memang telah
kukatakan pada diriku sendiri bahwa aku akan baik-baik saja tanpamu―tetapi aku
sendiri ragu akan hal itu.
Sepulangnya dari pertemuan singkat denganmu aku,
berjanji kepada diriku sendiri untuk tak akan pernah lagi menampakkan diriku
dihadapanmu―mungkin hanya untuk sementara atau mungkin untuk beberapa tahun
yang akan datang, entahlah….
Merasa bodoh karena
ternyata selama ini, hanya aku seoranglah yang uring-uringan… hanya aku seoranglah
yang paling merasakan kehilangan…
-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------
|| Memiliki
ingatan fotografis sangat merepotkan! kepala ini suka sekali berurusan dengan
kenangan, mudah sekali memutarkan kenangan-kenangan yang tidak perlu. Seenaknya
saja! Kalau kejadian yang sudah terjadi 6 tahun lamanya saja masih teringat
jelas di kepala ini, lalu bagaimana caranya aku bisa melupakan kejadian yang
baru terjadi setahun terakhir ini…. Bagaimana? Apa yang harus kulakukan?
Ahhh
benar juga! membenturkan kepala sekeras-kerasnya ke dinding mungkin dapat menyebabkan
hilang ingatan dalam sekejap, walaupun harus menahan rasa sakit yang tentu saja
rasa sakitnya tidak sebanding dengan rasa sakit jika tetap harus membawa
kenangan ini di sepanjang hidup.
Termenung diam di
sisi pojok kanan kursi café favoritnya, Stella (nama samaran)
menatap laptop yang ada di depannya dengan pandangan kosong, terbawa ia oleh
pikirannya sendiri, terlalu asik dengan pikirannya sehingga ia lupa dengan
kebenaran, ya kebenaran… Tak ada yang perlu dilupakan, ia tahu bahwa kenangan
tersebut walaupun telah berakhir tetap saja adalah kenangan indah yang suatu
saat nanti akan menjadi sebuah Kisah yang sangat berarti. Menjadi kisah yang suatu hari akan ia ceritakan
kepada anak, cucu serta pasangan hidupnya. Ia tahu bahwa kenangan memang dibutuhkan agar setiap orang memiliki sebuah Kisah dan cerita dalam hidupnya. Jika kenangan tidak ada, maka hidup tidak memiliki Kisah yang dapat dikenang atau diceritakan suatu hari nanti, dan itu sangat terdengar bukan hidup, karena hidup adalah sebuah cerita. Ia tetap akan bisa
melanjutkan hidupnya dengan tidak melupakan kenangan-kenangan indah yang telah
terjadi tersebut. ||
Terlihat menyedihkan bukan? kenyataan
bahwa wanita lebih menggunakan perasaannya memang sangat terlihat menyedihkan.
Dunia kau dan aku kini memang telah
berbeda, beruntungnya kau… Dapat dengan mudahnya melanjutkan hidupmu karena
keadaanmu yang memang mendukungnya... Kau bertemu dengan orang-orang setiap hari.
Dan tentu saja akan dengan mudah juga menemukan seribu orang lain untuk
menggantikan seorang diriku. Tidak, aku tak menyalahkanmu. Memang adalah hakmu
untuk melanjutkan hidupmu.
Sedangkan diriku, seperti yang kau
lihat, aku masih terpaku dengan masa lalu, sempat terpikirkan dalam benakku
“apakah aku harus mencari seorang pengganti agar aku dapat melanjutkan
hidupku?” Tapi tidak, hal itu terdengar sangat tak wajar, atau mungkin aku
harus mengatakannya kalau hal itu terdengar murahan. Aku bukanlah pribadi
wanita yang seperti itu, seorang wanita tak pernah diktakdirkan untuk mencari
namun menunggu.
Lagipula, dengan aku menemukan
pengganti, takkan menjamin bahwa tidak akan berakhir seperti ini lagi, dan aku
sama sekali tak ingin merasakan kehilangan untuk yang ke dua kalinya.
Aku tak mengerti mengapa Tuhan
mempertemukan dan lalu memisahkan, satu hal yang kuyakini, Tuhan tak pernah
bermain-main dengan rencana-Nya, apapun yang Ia lakukan tak luput dari hanya
semata-mata ingin yang terbaik untuk kita. Kita hanya belum bisa melihatnya
sekarang. Tapi percayalah bahwa Ia akan membawa kita kepada jawaban atas
pertanyaan-pertanyaan kita, meskipun semuanya kini terlihat seperti ‘kisah yang
tak ada ujungnya’. tapi Ia akan menunjukkannya, jawaban itu, kebahagian itu.
Segera. Tepat pada waktuNya. Tidak telat, ataupun terlalu cepat tapi tepat pada
waktuNya.
Dan… Masi tetap untukmu, yang disana…..
Hari-hari yang telah kita lewati
beberapa memang terasa salah dan tak sepatutnya terjadi, tapi sekarang kita
juga tidak dapat mengubahnya, bukan? Jadi, biarkan kata terimakasih ini yang
memaafkannya.
Terimakasih untuk setiap canda, tawa
yang kita lalui. Tak lupa air mata kesedihan yang kau perlihatkan, begitujuga
dengan air mataku, yang tak sengaja kuperlihatkan padamu. Dan untuk semua kenangan
yang tak terlupakan ini… Terimakasih.
Dan bila nanti ada kesempatan untuk kita
bertemu lagi, aku berharap di hari itu kita masing-masing dapat saling melihat satu sama
lain sebagai pribadi yang lebih hebat dari hari ini, pribadi yang lebih baik,
yang tak mengenal lelah untuk mengejar mimpinya, dan pribadi yang lebih berjiwa dewasa
dari hari ini.
Ijinkan juga aku mengatakan hal ini
sebagai pengakuanku:
Aku akan terlebih mengasihi Allah, seperti yang akan kau dapati
Aku tidak akan pernah terlalu mengasihimu;
Aku lebih mengasihi-Nya, jadi izinkan aku
mengasihimu juga;
Ya seperti yang kupahami, seperti itulah
kasih
Aku tidak dapat mengasihimu jika aku tidak
mengasihi-Nya,
Aku tidak dapat mengasihi-Nya jika aku tidak
mengasihimu.
Yang telah memaafkan sebelum kata maaf sempat terucap,
Luu/Lucy.
Terinspirasi oleh beberapa buku. Kata-kata di bagian terakhir diambil dari buku Passion & Purity.
ABOUT THE AUTHOR
Lucy Lie has constant love for Arts but choosing to study Global Politics in university because she found it as significant as twice. No one can beat her at daydreaming. Things she believes to be true; Pug is the Cutest Animal Alive, Indomie Tastes Better With Milk and----Jesus not supposed to be part of our lives but instead, our whole lives.
0 comments:
Post a Comment